Pengalaman Melahirkan Bayi Diatas 4 Kilogram Secara Normal
Konon melahirkan itu sakit. Tapi kenapa masih banyak ibu-ibu yang punya anak banyak? Ini karena kayaknya sih, rasa sakit saat melahirkan kalah rasanya ketika mendengar suara tangisan bayi saat dilahirkan. Saat-saat menggendong untuk pertama kalinya dan melihat wajah malaikatnya.
Sewaktu melahirkan anak pertama, saya sedikit merasa baby blues. Sampai-sampai berpikir mau punya anak satu saja karena trauma melahirkan. Saat hamil dan melahirkan Arfa, saya memang tak banyak persiapan. Terutama persiapan mental menjadi ibu baru. Alhasil, saya sempat merasa Arfa merampas kehidupan saya. Astagfirullah..
Setelah Arfa semakin besar dan mulai ikut Paud, saya merasa kesepian. Saya juga kangen bau bayi, tertidur saat menyusui dan kangen cium mulut bayi baru bangun. Biar bau tapi nikmat..😍
Akhirnya saya dan suami memutuskan untuk memberi adik untuk Arfa. Kebetulan juga waktu itu saya dapat lomba blog ke Hong Kong, sekalian saja mengajak suami untuk honeymoon kedua di sana. Tak menunggu lama, si jabang bayi hadir di rahim saya, tumbuh sehat dan berat janin normal.
Saya mulai memberdayakan diri agar proses melahirkan tidak menimbulkan trauma lagi. Saya banyak membaca tentang gentle birth dan olah raga rutin seperti jalan kaki. Pengalaman dulu Arfa lahir dengan berat 4.3 kilogram, saya mulai mengurangi makanan manis-manis. Bahkan nasi pun hanya lima sendok sekali makan. Selebihnya memperbanyak sayur dan buah.
Di usia kehamilan 32 weeks, saya merutinkan olah raga dan berjalan kaki di sekitar rumah. Perkampungan dan sawah yang mulai menguning seperti memberi ketenangan hati ini. Hirup napas dalam dan mengeluarkan secara perlahan dan merasakan semilir angin menerpa wajah saya..masya Allah..damai banget..
Posisi Sungsang
Kaget sekali ketika periksa rutin usg ke dokter, posisi janin nggak bagus karena posisinya masih melintang atau sungsang. Saya disarankan untuk terus olah raga dan sujud dua kali sehari selama 20 menit. Suami selalu kasih semangat walau kadang-kadang salah cara penyampaiannya. Hehehe..alhasil saya jadi tambah galau.
Saya khawatir pastinya. Sudah masuk 7 bulan tapi posisi adek bayi masih belum bagus. Saya merutinkan knee chest position agar kepala adek bayi mau turun ke panggul. Capeknya kerasa juga dengan posisi begini karena harus menahan perut yang semakin membesar. Pinggang juga rasanya mau patah.
Salah satu tips knee chest position adalah jangan makan dahulu dan perut masih kosong seperti ketika bangun pagi hari. Kalau melakukan knee chest position selepas makan yang ada jadi begah dan mual. Bisa dilihat di gambar ini.
Tapi karena saya niat agar bisa persalinan normal tanpa induksi, saya terus melakukan apa yang disarankan dokter juga tips dan trik mengatasi sungsang dari instagram @bidankita. Alhamdulillah kontrol berikutnya ke dokter Uki sudah tidak sungsang dan posisi kepala janin sudah di bawah dan masuk panggul.
Kembali saya latihan pernapasan perut agar bisa melahirkan aman dan nyaman. Saya mensugestikan diri saya dan adik bayi supaya nanti bisa bertemu dengan rasa bahagia. Adik bayi sehat dan nggak kekurangan apapun.
Waktu berlalu, saya mulai harap-harap cemas. Apalagi sudah mendekati HPL tanggal 19 Januari, tapi gelombang cinta itu belum juga hadir. Sabar..sabar..yakin saya dalam hati. Adik bayi masih betah kayaknya di dalam rahim. Hangat ya dek? Hehe..
Saya pun memperbanyak hormon oksitosin agar cepat kontraksi. Belanja done, ke salon potong rambut done, ke salon lainnya buat facial, done juga. Segar rasanya....saya merasakan kontraksi namun tidak intens. Kontraksi hanya sesekali hadir dan menghilang begitu saja. Oh..belum waktunya sepertinya.
Hari HPL tanggal 19 Januari pun tiba namun belum ada tanda-tanda akan melahirkan. Saya minta suami untuk membelikan durian dan nanas yang dipercaya mempercepat induksi alami. Jalan kaki dirutinkan baik di sekitar rumah atau treadmill. Tapi gelombang cinta itu tak kunjung datang.
Akhirnya kami kembali kontrol ke dokter Uki Retno. Pagi-pagi sebelum Arfa sekolah, kami sudah ada di rumah sekaligus tempat praktik dokter Uki. Pasien pagi memang tidak banyak sehingga tak berapa lama saya dipanggil untuk masuk. Kembali kontrol karena terakhir berat adek bayi sudah 3.5 kilogram.
Dokter Uki mempersilakan saya untuk berbaring karena ia akan melakukan pemeriksaan dalam atau vaginal touch (VT). Waktu pertama kali proses melahirkan Arfa, VT menjadi hal yang cukup menakutkan karena ngilu dan perih rasanya. Karena sudah tahu rasanya, saya agak santai menghadapi VT. Apalagi setelah membaca tips dari bidan kita agar VT terasa nyaman yakni kita harus rileks dan tersenyum. Jangan lupa untuk mengatur napas kita.
VT sendiri dilakukan untuk mengukur pembukaan serviks dan mengukur seberapa jauh kepala janin masuk ke panggul. Menurut Dokter Uki, posisi janin memang sudah di panggul, tapi malposition.
"Jadi gimana maksudnya dok?"
"Janin dalam keadaan terlentang"
"Jadi, posisi seharusnya kepala menunduk dengan punggungnya menghadap ke depan dan dagu menempel pada dada (occiput anterior position). Posisi ini mengartikan bagian terkecil kepala siap untuk keluar melalui serviks. "
Sementara posisi janin saya kondisi sebaliknya, sehingga menurut dokter persalinan nanti akan lebih lama, lebih sakit dan lebih sulit. Kemungkinan kalau induksi gagal, ya akan dicaesar.
Ya Allah..saya agak syok mendengarnya karena kontrol sebelumnya adek bayi masih baik-baik saja kondisinya. Saya dan suami cuma bisa bertatapan dan kembali mendengar saran dokter.
"Dengan kondisi ini pilihannya dua, dipacu (induksi) karena sudah HPL dan c-section"kata dokter.
Menurut dia, ukuran janin sudah 3.5 kilogram sangat beresiko jika menunggu lagi karena setiap minggu kenaikan berat bayi sangat cepat. Dan jika pun nanti diinduksi ada kemungkinan adik bayi susah untuk dilahirkan karena posisinya yang seperti itu. Pilihan untuk di vakum-pun tidak disarankan karena posisinya yang terlentang.
"Silakan mba Lingga pilih, mau diinduksi dulu atau langsung caesar. Tapi saya beri waktu seminggu lagi,"kata dokter.
Dokter Uki kemudian memberikan surat rujukan di Rumah Sakit Islam (RSI) Klaten agar nanti langsung ditindak oleh tenaga medis.
Saya pun pulang dengan langkah gontai *lebaay. Tapi bener loh, jadi sedih mendengar penjelasan tersebut. Meski begitu, saya pasrah. Terserah Allah memberi saya jalan melahirkan seperti apa. Namun saya tetap berusaha sebaik-baiknya. Suami sih nurut banget apa kata dokter dan menyuruh saya untuk tidak kekeuh melahirkan normal.
"Ayo mau bagaimana?"kata suami.
"Tetap mau coba diinduksi dulu,"yakin saya.
Selama seminggu dari batas waktu yang diberikan dokter saya masih melakukan beragam aktivitas domestik rumah tangga dan pekerjaan freelance saya. Dan selama seminggu nggak pernah merasakan yang manis-manis. Ibu hamil pasti mengerti bagaimana rasanya..keinginan makan nggak seimbang saat hamil itu tinggi sekali.
Saya juga selalu bicara kepada adek bayi dan tanya kapan dia mau keluar, ibu, bapa dan Mas Arfa sudah kangen adik bayi. Saya juga terus berdoa kepada Allah agar dipermudah dalam proses melahirkan nanti, apapun caranya baik normal alami, dengan induksi bahkan sesar.
"Ya Fattah..ya Fattah..."
Rapal saya terus menerus meminta Sang Maha Pembuka untuk mempermudah adik bayi dalam mencari jalan lahir. Doa melahirkan ini saya baca terus bersama surat-surat lainnya.
Dalam seminggu gelombang cinta kadang hadir kadang tidak. Sudah mendekati 42 weeks dan tanda-tanda melahirkan belum terlalu intens. Akhirnya seperti saran dokter, saya segera ke UGD RSI Klaten untuk ditindak. Saya ingin diinduksi terlebih dahulu. Jikapun gagal, nggak akan menyesal karena sudah pernah mencobanya.
Akhirnya..
Pagi-pagi sekitar jam 8 tanggal 26 Januari, saya dan suami mengantarkan Arfa sekolah. Kemudian ke rumah simbahnya Arfa untuk nanti minta menjemput Arfa jika pulang nanti.
Saya dan suami berdua menuju RSI Klaten dengan membawa tas berisi baju bersalin, dan juga perlengkapan saya dan adik bayi. Karena suami akan ikut menginap di rs, dia juga membawa baju ganti dan alat mandi.
Masih bisa main hp..haha.. |
Pukul 9.00 pagi kami sudah di IGD RSI Klaten. Surat rujukan sudah diberikan kemudian suami melakukan pendaftaran. Saya dipersilakan masuk ke ruangan. Perut rasanya nggak enak karena belum buang air besar sejak kemarin. Saya khawatir nanti ngedennya bukan mengeluarkan adik bayi malah mengeluarkan yang lain 😖.
Saya menunggu suami di ruang bersalin. Ada sekitar lima bed yang disediakan di ruang bersalin tersebut. Saat itu ada pasien lainnya sedang proses bersalin. Terdengar dari kejauhan suara bidan dan dokter sahut menyahut memberi semangat. Duh, kok saya jadi ingin menyemangati juga ya..
Terdengar tangisan bayi menggema ke seluruh ruangan. Sang suami dengan suara bergetar dan haru mengucap hamdallah. Sementara sang ibu, menangis tersedu-sedu. "Alhamdulillah ya Allah..ya Allah"dengan suaranya yang melemah.
Saya yang mendengar ikut merasakan keharuan. Apa saya bisa melahirkan seperti ibu tersebut? Atau jatuh di meja operasi? Lagi-lagi saya merapalkan doa..ya Fattah..ya Fattah..mudahkanlah persalinan hamba..
Setelah suami melakukan proses administrasi, dia sigap banget menawarkan makanan, minum, pijit-pijit istrinya. Coba kalau tiap hari begitu..enak kali ya..haha.. Bidan belum melakukan tindakan karena menunggu persetujuan Dokter Uki.
Kami menunggu cukup lama di ruangan. Bidan pun masuk membawa alat rekam jantung bayi. Alat lainnya saya nggak mengerti, sepertinya untuk mengecek seberapa sering kontraksi yang saya rasakan.
Saat itu saya belum merasakan mules dan dengan santainya mengisi perut. Ada roti, gorengan, teh manis, dan makanan lainnya saya makan semua supaya punya banyak tenaga. Sesekali kami bercanda dan ngomongin hal yang nggak penting.
Bidan datang kemudian menjelaskan tindakan yang akan dilakukan.
"Tadi kami sudah berkomunikasi dengan Dokter Uki. Ibu Lingga akan diberi infus induksi sebanyak dua kali,"kata perempuan berjilbab putih itu.
Cairan infusnya berupa hormon oksitosin sintesis yang bisa memicu kontraksi. Setelah dipasang infus, saya diminta untuk tidur menghadap ke kiri. Memang agak berbeda dengan konsep gentle birth yang saya baca di @bidankita yang mengharuskan ibu hamil terus bergerak, baik duduk maupun berdiri.
Pasien baru pun datang dalam keadaan kontraksi, merintih kesakitan. Saya ikut merinding mendengarnya. Kadang-kadang bukan rintihan yang keluar, tapi teriakan yang menggegerkan isi ruangan.
Infus sebanyak 500ml itu perlahan-lahan berkurang sejak dipasang pukul 12.00. Saya merasakan kontraksi yang cukup membuat meringis namun tidak intens. Saya minta suami mengantarkan ke kamar kecil karena merasa sakit perut. Sambil bawa-bawa infus, saya ke kamar kecil dan suami menunggu di luar.
Sudah pukul 15.00 saya belum merasakan gelombang cinta yang intens dari adik. Intevalnya masih 10 menit sekali. Infus oksitosin hampir habis menuju pukul lima sore. Bidan kembali datang untuk mengecek detak jantung adik bayi.
"Masih bagus bu detak jantungnya"ujar bidan lainnya yang saya taksir usianya baru 25 tahunan.
Pengecekan detak jantung ini dilakukan secara rutin karena penggunaan obat induksi bisa menyebabkan melemahnya detak jantung bayi dan komplikasi lainnya.
Setelah botol infus satu habis, saya diinfus dengan cairan biasa. Bidan kembali menghubungi Dokter Uki apakah saya akan diberikan induksi lagi. Sudah masuk magrib saat itu, saya salat dengan tayyamun. Memohon kembali kepada Allah agar mempermudah proses melahirkan, apapun jalannya. Dokter Uki melakukan VT dan bilang pembukaan belum naik, masih pembukaan dua.
"Satu botol lagi kalau gagal, ibu akan disesar"kata beliau.
Botol infus kedua akhirnya dipasang. Saya belum juga merasakan mules yang luar biasa. Saya harus siap jika memang dokter memutuskan sesar. Insya Allah apapun yang Allah beri jalannya, saya siap.
Saya bolak balik ke kamar mandi karena selalu ingin buang air kecil. Agar tak banyak gerak, suami bawakan pispot ke kamar bersalin. Saya mulai merasakan kontraksi datang secara rutin. Ya Fattah..si dedek lagi mencari jalan lahirnya 😆 mules mules sedaap..
Saya merasa lebih sakit ketika tiduran. Akhirnya saya berdiri kadang-kadang sedikit berjongkok. Jika agak kelelahan saya kembali tiduran. Suami juga terlihat kelelahan menunggu saya. Saya memintanya untuk istirahat sebentar. Tapi dia tetap menjaga saya sambil mengusap-usap punggung. Enak rasanya..rasa sakit agak sedikit berkurang.
Sekitar pukul 23.00, cairan oksitosin hampir habis. Namun kontraksi intens belum juga terjadi. Yang ada saya mau buang air kecil terus. Saya minta suami membantu saya untuk buang air kecil di pispot. Ketika hendak turun dari kasur, tiba-tiba saya merasakan rembesan air keluar dengan cepat membasahi rok hingga berceceran ke lantai.
Suami kaget dan segera memanggil suster. "Bidaan..ini ketubannya pecah,"ujar suami khawatir.
Bidan yang sedikit terlelap langsung menuju ke ruangan dan membenahi air ketuban yang berceceran. Saya diminta untuk tidak banyak bergerak dan tidur miring ke kiri. Cairan infusan kemudian dikurangi intensitasnya. Bidan bilang, kontraksi akan semakin intens setelah ketuban pecah.
Benar saja, gelombang cinta itu semakin jelas terasa. Nikmat sekali ya Allah..😅. Rasanya sama dengan saat melahirkan Arfa dahulu. Saya menggenggam tangan suami erat ketika kontraksi itu datang. Enggak sampai cakar-cakar suami sih..beruntung dia
Ya Fattah..Ya Fattah..mudahkanlah pembukaan ini..mudahkan adik mencari jalan lahir...
Mulas semakin menjadi-jadi. Entahlah pelajaran mengenai mengatur pernapasan kabur rasanya. Kontraksi semakin sering dan rasanya mau menyerah saja saat itu. Sakitnya sekarang lebih terasa.
"Aa..sakit aa..ya Allah sakiit..."rintih saya.
Suami minta saya agar sabar. Ia mengusap-usap punggung, mencium kening dan pipi. "Sabar ya Neng..ayo yang kuat. Waktu lahiran Arfa kuat,"kata suami.
Saya cuma bisa merintih dan memegang tangannya erat. Kontraksi semakin sering ditambah saya merasa ingin buang air besar. Aduh, kalau buang air besar di sini saya kan malu ya Allah..
Rintihan saya semakin kuat dan rasanya ingin sekali mengejan. Suami memanggil-manggil bidan agar menangani saya. Sudah beberapa kali bidan menghubungi dokter namun tidak aktif. Akhirnya bidan melakukan VT dan ternyata pembukaan saya naik ke tujuh.
Saya kembali diberi induksi melalui vagina untuk melenturkan jalan lahir. Bidan dan perawat terdengar bersiap-siap menangani saya. Suami dengan setia menyemangati saya agar terus bertahan.
Pembukaan pun sudah genap sepuluh dan bidan melakukan aba-aba kapan mengejan. Tapi rasanya tidak tahan dan saya mengejan duluan.
"Sabar ibu..tarik napas....keluarkan..tahan dulu mengejannya,"kata bidan.
"Ayo sekarang mengejan bu,"kata bidan.
Saya mulai mengejan dengan seluruh kekuatan saya. Keringat membasahi dahi, bahkan seluruh tubuh. Masya Allah..nikmatnya sakit ini..saya jadi haru, mungkin beginilah sakitnya Mamah saat melahirkan saya. Jadi inget dosa-dosa sama orang tua😭
Suami terus menyemangati sementara saya sudah hampir menyerah. "Sakit a..sakiit.."lupa semua tentang konsep gentle birth.
"Ayo neeng..itu udah keliatan kepalanya.." sahut suami dengan suara agak bergetar. Macam cheerleader saja dia, hehee..
Mendengar kepala adik sudah keliatan, semangat saya muncul kembali. Bidan minta saya untuk mengejan lagi. Sambil menarik napas dalam-dalam saya kembali mengejan dan alhamdulillah tangisan adik bayi menggema ke ruangan. "Oweeeekk..."
"Alhamdulillah..alhamdulillah..mirip Arfa neeng,"suara suami bergetar.
Saat itu hari Sabtu pukul satu malam. Saya pun tak kuasa menahan haru..alhamdulillah ya Allah..anak perempuan yang ditunggu-tunggu kehadirannya selama 42 weeks...anak perempuan yang semoga menjadi penyejuk hati kedua orang tuanya..Anak perempuan yang diberi nama Filza Aisy Almira, belahan jiwa ibu dan bapaknya insya Allah.
Proses selanjutnya adalah proses lahirnya plasenta. Bidan menekan-nekan perut agar keluar darah sisa. Saya sedikit kesakitan, namun tak sesakit saat kontraksi. Setelah bersih, saya harus menerima jahitan karena robeknya perineum.
Bidan menawarkan ingin dijahit oleh dokter jaga atau tidak karena dokter Uki tidak bisa dihubungi. Saya memilih untuk dijahit oleh bidan karena dokter jaganya laki-laki. Kalau ada perempuan kenapa harus milih laki-laki..hehe..
Entah berapa lama bidan menjahit perineum karena saya merasa kelelahan dan sepertinya sedikit melantur. "Bu bidan..banyak yah jahitannya,"tanya saya. Bu bidan cuma bilang, "Lumayan..". Mungkin biar saya nggak terlalu khawatir. Entah apalagi yang saya tanyakan, yang saya ingat bidan justru tertawa-tawa.
Sementara adik dibersihkan tanpa dimandikan kemudian ditaruh di dada saya untuk di Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Adik langsung mencari-cari puting payudara sementara mengisi perut dengan teh manis. Lapaar sekali rasanya..
Sebelumnya bidan menginformasikan bahwa berat adik sebesar 4.2 kilogram. Masya Allah..besar sekali ya..bidan juga tampak kaget karena saya bisa melahirkan normal meski dipacu induksi.
Tak seperti saat lahiran Arfa yang penuh drama, kali ini saya merasa lebih nyaman dan minim rasa trauma. Adik bayi juga bisa segera menyusui. Saya juga bisa ke kamar kecil untuk mandi. Saat lahiran Arfa saya bahkan harus dibantu berjalan. Saya merasa proses bersalin dan melahirkan anak kedua ini lebih bahagia. Saya kemudian dibawa ke ruang inap VIP di RSI Klaten. Untuk biaya-biayanya nanti saya lanjutkan dipostingan lainnya.
Proses bersalin dan melahirkan memang istimewa, karena tidak ada yang sama rasanya. Namun untuk melahirkan minim trauma, minim jahitan terutama untuk berat janin besar tentu ada usaha yang harus dilakukan. Yang jelas, saya harus ikhlas, bagaimanapun prosesnya karena melahirkan itu seperti melahirkan si ibu itu sendiri.
Wah, bacanya saya ikut mules2, byangin jg waktu nglahirin dulu
ReplyDeleteling, mules aku ling bacanya hahaha... baarokallah lingling
ReplyDeletemba aku jadi inget waktu lahiran anak pertama diinduksi tapi pembukaan ga nambah2 setelah 3 labu dan aku bilang dok aku ga kuat SC aja ya tapi dokter Irnanya sabar banget malah semangatin syaa normal hehhe...alhamdulilah semoga dede sehat y mba, aku sedang menanti nih untuk kelahiran kedua doakan semoga lancar y mba :)
ReplyDeleteLuar biasa banget mbak.. wonder women..
ReplyDeleteSelamat atas kelahiran nya mbak.
Perjuangan ibu banget yaa..
ReplyDeleteSelamat atas kelahiran nya mbk, semoga dedek nya selalu sehat
Ya Allah mba Lingga perjuangannyaaa. Alhamdulillah ya semuanya dimudahkan. ibu dan bayinyaa sehat-sehat semua. Iya bener kadang kangen bau bayi. Akhirnya anakku yang paling kecil, sering aku kasih bedak bayi biar selalu bau bayi. Hahaha. Sehat2 selalu ya mbaaa :*
ReplyDeleteSeru ya. Hahaha... Melahirkan kok dibilang seru. Maksudnya seolah saya hadir menemani saat lahirannya, gitu.
ReplyDeleteSaat hamil Fahmi, posisi nya juga sungsang. Dokter menyarankan operasi. Kami sudah siap. Eh, pas masuk RSUD Cianjur, dokter malah bilang janin kecil, saya bisa lahir an normal.
Alhamdulillah... Akhirnya Fahmi lahir normal. Doakan ya biar segera punya adik perempuan juga nih hehehe...
Amin...
Hiksss jadi keingetan lagi sakitnya melahirkan. Luar biasa sih dirimu Mbak perjuangan dan kedabarannya.
ReplyDeleteMba makasih banyak sharing nya, ini sampe aku baca baik-baik dengan khidmat hahaha aku sekarang 33 minggu, dan sebentar lagi lahiran karena prediksi dokter aku lahiran bulan depan. deg degan parah karena dokter bilang bayi aku "gede" soalnya kemarin pas usia kehamilan 7 bulan aja udah 2 kgan,bulan ini belom kontrol lagi. suka ditakut-takutin orang katanya jangan gede gede soalnya gabakal bisa lahiran normal.. huhu doakan aku bisaaaa berhasil, selamet ya mba
ReplyDeleteyaa ampuun mba. kebayang dehh gimana lahiran normal trus kayak kamu. hebat bangetlah...masih usaha mau lahiran normal walaupun dengan berbagai kesulitan yg dialami
ReplyDeleteAku bacanya ikutan mules mbaaak. Ya Allaah, baby berat 4,2 bisa normal ? Aku aja cmn 3 kilo suara mewekku ngalahin konsernya bon jovi lho. Selamat ya mbaaak.
ReplyDeleteJadi inget waktu lahiran. Mba hebat banget deh :)
ReplyDeleteSelamat ya mbak atas kelahiran babynya.
ReplyDeleteBaby berat badan gemuk dan bayi kembar pun bisa lahir normal zaman skrng, alhamdulillah ya banyak tenaga medis yang memfasilitasi dan mendukung kelahiran normal :D
Selamat mbak atas kelahiran baby nya. Alhamdulillah sehat-sehat ya ibu dan bayinya. Perjuangannya luar biasa ya seorang ibu
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete