Dunia Lingga

Pengalaman Saya dan Suami Bisa Sembuh dari Covid 19

 

Covid 19 corona

Covid 19 akhirnya harus menyapa keluarga kami. Setelah suami pulang dari tugasnya di Bandung dan Garut, ia minta dikerok. Tidak enak badan katanya. Saya kerok dan buatkan teh hangat plus tolak angin. Sudah enakan, bahkan sempat nonton Lupin di Netfix. Besoknya, suami demam dan menggigil.

Saya pijat dan kemudian diberi paracetamol. Demamnya naik turun, kadang merasa enak, tak lama berselang nge-drop. Ia mulai batuk-batuk. Pikir saya hanya flu biasa. Sudah ke dokter dan diberi obat, tetap tak ada perubahan. Suami curiga, dan minta antar untuk di swab. Dan qadarullah memang positif covid 19.

Anak-anak sebelumnya sudah di tempat simbah, sehat-sehat. Saya menemani suami isoman di rumah. Di rumah pun sudah pakai masker dan jaga jarak, tertular juga. Kondisi suami semakin buruk. Saya mengalami anosmia, demam sehari lalu batuk-batuk. Di rumah saya perbanyak minum air putih, air madu dan jeruk nipis hangat.

Saat terberat adalah saat suami harus dibawa ke rs, sementara saya isoman di rumah. Kasian suami saya, harus berjuang di rs sendiri. Ia tak bisa ditengok, kami hanya bisa video call, saling menyemangati.

Ujian terbesar lainnya bagi saya adalah melihat kondisi suami yang terus menurun. Belum lagi, tak bisa bertemu anak-anak hampir dua minggu.

Untuk itu,  saya di rumah menyibukkan diri di rumah agar tak kepikiran. Entah beres-beres rumah, setor hafalan ke ustazah, atau sekadar main games di hp. Menonton Netflix dan drama Korea rasanya sudah berseri-seri. Melakukan hal-hal yang menyenangkan, tetap kepikiran.

Ibadah pun ditingkatkan, memohon pertolongan padanya bahwa virus yang menyapa kami bisa dikalahkan.

Alhamdulillah, sepekan paskaswab pertama saya swab lagi dan negatif. Sementara suami, masih berjuang melawan virus yang sudah masuk ke paru-parunya. Alhamdulillah perjuangannya selama  tiga minggu melawan Covid 19 menemukan ujungnya. Ia bisa sembuh. Alhamdulillah ya Rabb.

Bagaimana cerita suami bisa sembuh dari covid 19 yang membuat saturasinya turun hingga 85 dan terkena pnemonia? Simak yuk tulisannya langsung di bawah ini.

Saya Bisa Sembuh

Saya positif Covid-19. Sejak pertengahan Juni. Total sebulan saya harus dikarantina. Sepekan pertama sakit Isoman di rumah. Dua pekan di RS. Plus 10 hari Isoman lanjutan bakda dari RS. Pemulihan.

Saya bisa sembuh, atas izin Allah SWT. Benar-benar atas izin Allah SWT. Apalagi kalau mengingat saat dirawat di RS dan tidak bisa ngapa-ngapain selama tiga hari. Duduk pun tak sanggup. Ganti posisi ke kanan atau ke kiri tidak kuat. Sudah rebahan satu posisi saja. Masker oksigen NRM terpasang. Nafas ngos-ngosan. Selalu di atas 30 per menit. Insomnia tanpa henti. Hanya Allah SWT yang memberi pertolongan. Alhamdulillah.

Lalu apa ikhtiarnya? Saya bersyukur saat saturasi turun ke 89 saat Isoman saya akhirnya bisa mendapat bed perawatan di RS. Setelah ditolak 3 RS. RS terakhir pun bilang, ada bed tapi tidak ada oksigen. Bismillah keluarga menyanggupi. Asal dapat perawatan dulu. Oksigen ikhtiar sama keluarga.

Mendapat perawatan membuat saya lega. Pikiran saya jauh lebih tenang. Saya ditangani ahlinya. Diberi obat. Saya jauh lebih tenang. Ini modal pertama saya untuk melewati tiga hari masa tidak bisa ngapa-ngapain. Sendirian.

Padahal saya itu tipe negatif thinking. Berlebihan. Apalagi kalau soal penyakit. Tapi dengan mendapat perawatan, saya jauh lebih tenang. Plus RS nya sangat dekat dengan rumah. Keluarga bisa kirim apapun kapanpun dengan jarak yang sangat dekat. Alhamdulillah.

Saya divonis gejala sedang menuju berat. Kabutnya sudah lumayan banyak di paru-paru. Plus ada infeksi katanya. Kekentalan darah saya tinggi. Di angka 3.000. Orang normal di bawah 500.

Untuk pertama kalinya saya buat grup WA keluarga. Sebelum-sebelumnya keluarga saya ini ga seperti keluarga lain. Bicara seperlunya. Ngomong seadanya. Grup WA keluarga saja tidak punya. Akhirnya saya buat grup untuk support saya. Soal kiriman makanan, baju, oksigen dll. Satu-satunya grup WA yang membuat saya bersemangat ya grup keluarga ini. Grup WA lainnya malah bikin beban hehe.

Hari kedua Allah SWT menolong saya. Saat sedang tidak bisa ngapa-ngapain, Allah kirmkan nikmat qailulah. Tidur siang sejenak. Saya mengalami kondisi alpha atau NREM 1. Kondisi menuju tidur, setengah sadar. Saya masih bisa mendengar suara orang. Tapi saya tenang, kondisi sangat rileks. Bahkan saya melihat doa-doa syafakallah dari semua yang mengirim masuk ke tubuh saya. Nafas saya yang ngos-ngosan bisa teratur. Saya sangat rileks. Bahkan saat ada petugas masuk mengambil darah saya mudah terbangun. Selepas itu saya dalam kondisi rileks lagi. Saya mendapat nikmat Allah SWT dengan qailullah ini.

Bahkan sebakda istirahat sejenak ini, semua tubuh saya enak. Segar. Saya bahkan minta sate kambing dan minta pulang!! Padahal duduk saja belum bisa hehe. Ini pertolongan Allah SWT. Ngasih saya modal istirahat untuk kekuatan saya 12 hari ke depan di RS.

Hari keempat saya belajar duduk. Fisik saya enak. Suhu sudah normal. Tensi normal. PRnya di nafas yang ngos-ngosan. Alhamdulillah bisa belajar duduk. Insomnia masih akut. Begitu bisa belajar duduk, saya olahraga pernafasan. Banyak videonya oleh beberapa RS di YouTube. Saya latihan. Prinsip saya di RS, saya harus lebih aktif latihan dibanding pasien lain.

Sejak prinsip itu saya tanamkan di kepala, saya tambah latihan proning sujud. Terinspirasi dari Ust Salim Fillah yang proning 14 jam sehari. MasyaAllah.

Saya awal-awal proning sujud 5 menit, MasyaAllah beratnya. Keringat bercucuran. Lelah sekali. Saya proning dan melakukan semua aktivitas tetap memakai masker oksigen.

Saya cukup beruntung pasokan oksigen saya dari keluarga cukup lancar. Beberapa kali ada stok dari RS, Alhamdulillah. Pasien-pasien setelah saya baru merasakan kelangkaan oksigen yang parah.

Saya tingkatkan durasi proning. Dari 5 ke 10 menit, ke 15 menit sampai akhirnya bisa 30 menit. Patokannya saya sembari nyalakan YouTube dengan durasi 30 menit. Kalau YouTube habis, proning selesai. Saya sering mendengarkan Cak Nun sama Standup Comedynya Pandji pas proning.

Pokoknya saya harus lebih aktif dari pasien lain. Oh ya saya di ruang isolasi isinya 10 pasien. Hanya dipisah bilik dan tirai. Saya menikmati perbincangan pasien-pasien yang sudah mau sembuh itu. Plus perbincangan para penunggu. Iya di RS ini, pasien Covid boleh ditunggu. Apalagi yang sepuh-sepuh dan kondisinya berata. Sebab nakes terbatas. Nakes hanya masuk ke ruang isolasi pada jam-jam tertentu. Tidak bisa setiap saat dipanggil masuk karena keterbatasan jumlah. Jadi saya bisa tahu aktivitas pasien lain. Saya harus lebih aktif.

Prinsip kedua yang saya tanamkan di RS adalah Bersikaplah Seperti Orang Sehat. Itu bener-bener saya tanamkan. Terutama soal makan. Makan dari RS harus saya habiskan. Soalnya saya orang sehat. Orang sehat kalau makan habis. Lewat prinsip ini makanan RS yang rasanya banyak hambarnya itu saya habiskan. Lalu saya foto saya kirim ke grup keluarga. Untuk motivasi saya. Saya sudah menghabiskan makanan.

Menjaga kondisi psikis ternyata penting. Meningkatan kondisi fisik dengan latihan pernafasan dan proning sujud juga sangat membantu.

Soal kondisi psikis ini saya kisahkan ya. Alhamdulillah saya membaik. Saya sudah tidak pakai masker oksigen NRM. Sudah diganti yang ke hidung. Sudah bisa ke kamar mandi sendiri tanpa oksigen. Latihan. Sudah bisa berjemur tanpa oksigen. Ini hari ke 7.

Tiba-tiba ada WA masuk. Soal kerjaan. Soal sepele. Tapi harus nanya saya. Sampai saya agak emosi. Stress. Selepas itu saya menggigil hebat. MasyaAllah. Tidak pernah begini sebelumnya. Semua bergetar. Kedinginan akut. Saya kebayang hipotermia saat mendaki. Saya kontak perawat dengan tangan bergetar hebat. Alhamdulillah mereka datang. Saya langsung kembali dipasang masker oksigen NRM. Untungnya keluar baru saja kirim teh panas. Saya langsung minum teh panas itu. Allahuakbar rasanya lega. Target saya tubuh harus berkeringat. Saya bungkus semua dengan selimut. Saya minum teh panas sebanyak-banyaknya. Alhamdulillah mulai berkeringat. Perawat memberi Paracetamol karena suhu saya tinggi. Badan panas tapi kedinginan luar biasa. Berangsur keringat saya deras. Nafas saya coba saya atur. Saya tenangkan diri. Penolong psikis saya, saya minta istri kirim akses IG yang berisi video-video anak-anak sejak masih bayi. Saya melihat video dua anak saya, masyaAllah saya tertawa, hati tenang. Sejak itu saya minta rutin dikirimi video anak-anak. Jam 9 malam akhirnya saya kembali normal. Setelah bakda Maghrib kejadian. Ini pentingnya menjaga pasien tetap rileks. Jangan dibebani pekerjaan dulu ya hehe. Sekadar tanya-tanya sudah membebani pasien lho.

Soal psikis ini jika belum bisa mengaji, dengarkan muratal. Pagi, siang, malam saya nyalakan muratal. Sejak Isoman di rumah. Alhamdulillah ada ketenangan.

Alhamdulillah hari ke 11 pernafasan saya mulai normal. Saya tetap latihan pernafasan. Saat nafas sudah agak lega dan bisa tarik nafas panjang, proning saya kurangi. Saya perbanyak latihan pernafasan.

Saya lepas oksigen. Lebih karena pasokan langka. Tapi Alhamdulillah pas saat itu pernafasan saya juga mulai normal. Pikiran saya sudah mau pulang saja. Ini juga mengganggu. Sebab beberapa kali saya kecewa.

Saya masih belum bisa pulang. Kekentalan darah saya masih tinggi. Posisinya bahkan saat itu saya lepas infus karena copot. Lima tempat sudah di tangan saya ditusuk untuk infus. Tambah lagi 3 tempat tapi tidak berhasil mengeluarkan darahnya. Kemungkinan karena kekentalan darah saya masih tinggi.

Akhirnya hari ke 11 saya tidak pakai masker tidak pakai infus. Saat tes darah diambil saya optimistis normal dan bisa pulang. Nah ini yang tadi saya sebut menganggu. Pikiran segera pulang ini kalau ternyata hasilnya belum bagus bisa bikin kecewa dan down. Ini yang saya rasakan. Akhirnya pikiran saya bangun lagi. Saya kali ini menyebut staycation di RS. Di RS sambil liburan. Mau berapa hari siap.

Pada hari ke 12 saya diminta nambah dua hari untuk diambil darahnya lagi. Oh ya D-Dimmer atau kekentalan darah saya masih 1.000 setelah 3 kali tes. Belum turun. Dua hari lagi tes ke empat. Oke extend dua hari. Pada posisi ini semua kondisi fisik saya sudah enak. Maka saya tidak lagi makan makanan RS. Saya selalu minta kiriman dari keluarga. Makan yang enak-enak. Ajimumpung.

Pada hari ke 13 Alhamdulillah dokter telepon saya boleh pulang. Tanpa harus tes darah lagi karena kondisi fisik saya dipandang sudah oke. Alhamdulillah.  Boleh pulang ini juga mengganggu pikiran. Sejak pagi saya sudah packing. Siap-siap. Ternyata baru bisa pulang bakda Maghrib.

Alhamdulillah sujud syukur saya saat tiba di rumah. Tambah isolasi 10 hari. Berat badan saya turun 7 kg. Empat hari pertama isolasi di rumah bawaanya lapar terus. Makan, Snack time, makan lagi, Snack time lagi, makan lagi. Tiga hari berat saya naik 3 kg.

Alhamdulillah di rumah saya bisa merasakan yang namanya tidur. MasyaAllah nikmat.

Saya menulis ini pada hari ke-7 isolasi mandiri. Saat pulang dari RS, jangan divorsir ya. Masih terasa lemas. Saya sempat forsir dengan senam aerobik 10 menit tiga hari berturut. Setelah itu drop. Akhirnya saya pelan-pelan saja. Aktivitas fisik dengan bantu istri beres-beres rumah dan berjemur saja. Alhamdulillah pelan-pelan untuk kembali ke kondisi fit sebelum sakit.

Saya bisa sembuh. Bagi yang sekarang diuji Covid-19 InsyaAllah bisa sembuh.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pengalaman Saya dan Suami Bisa Sembuh dari Covid 19"

Post a Comment

Terima kasih sudah memberi komentar di dunia lingga, semoga bermanfaat. Tabiik :)