Istriku Sayang, Sudah Nyebar Berita Hoax Hari Ini?
Dalam beberapa bulan ke belakang, kita disuguhi berbagai berita bohong atau hoax. Berita bohong ini bak bola salju di tengah gejolak politik Indonesia terutama menyangkut Pilkada rasa Pilpres ini.
Beberapa broadcast message mampir di grup Whatsapp saya. Isinya sama, tentang film menghina nabi padahal berita tahun 2015. Lain hari, seseorang membagikan klinik kanker baru dibuka, padahal akan ditutup Januari ini. Atau berita-berita lain mengenai Pilkada yang saya ragukan kebenarannya.
Generasi sekarang konon sangat mudah terjebak berita hoax. Kalau kata The New York Times, berita palsu ini merupakan digital virus yang melanda generasi milenial. Generasi yang maunya serba instan, serba mudah dan serba scanning.
Saya termasuk ke dalam generasi langgas ini. Suami kadang menceramahi saya yang suka gatal menyebar informasi -yang belum tentu dipercaya-. Saya ini senang membaca berita hanya judulnya saja karena ingin serba cepat.*karena bacanya sambil nyambi masak haha
Hasilnya? Saya mudah menyimpulkan isi tulisan padahal belum tentu kebenarannya. Nah, #ceritaAa kali ini kita ngebahas budaya share berita hoax di linimasa. Tulisan ini dibuat kata dia melihat kok banyak ibu-ibu yang sering nge-share berita palsu. Yuk, liat sudut pandangnya doi dulu.
Miris. Masyarakat kita sudah sakit. Mungkin termasuk saya. Masyarakat kita mudah sekali termakan isu. Oh bukan mudah. Tapi amat sangat terlalu mudah. Era percakapan digital telah membawa sebuah kebiasaan baru. Share dari grup sebelah. Sayangnya, kecepatan membagikan informasi tidak diikuti kecerdasan literasi.
Contoh yang amat memilukan adalah kejadian hari ini. Media tempat kantor saya bekerja membuat sebuat edisi khusus, edisi melawan hoax. Pemikirannya sederhana, ada banyak berita hoax di luaran sana yang kalau kita tidak cermat kita akan anggap itu sebuah kebenaran. Kami melakukan inovasi yang rasanya belum pernah dilakukan media cetak di Indonesia sebelumnya. Inovasi yang rada gila sebenarnya.
Redaksi memutuskan menampilkan satu berita hoax di setiap halaman. Yang lebih gila lagi, headline utama di halaman depan adalah berita hoax. Tentu dibawahnya ada disclaimer. Bahwa berita tersebut sepenuhnya tidak benar dan bagian dari kampanye kami dalam melawan hoax.
Ndilalah saya kebagian halaman nasional. Saya lantas berpikir isu hoax apa yang paling happening. Saya berpikir cepat, kabar hoax meninggalnya Presiden ke-3 RI BJ Habibie. Pak Habibie bahkan dua kali diisukan meninggal dunia. Keduanya sama-sama hoax.
Saya lantas mencari-cari barangkali ada situs yang masih memuat kabar hoax tersebut. Ternyata masih ada. Kemudian saya tambahkan ungkapan hoax yang sempat beredar di media sosial. Ironinya saya mendapatkan kabar itu di grup percakapan daring dengan nama sangat Islami. Ngelus dada.
Berita hoax yang tampil di halaman dua yang saya ampu singkat saja. Hanya berita kilas. Tak lebih dari 1500 karakter. Itupun sudah mencakup disclaimer sepanjang dua paragraf dan dicetak miring. Untuk menandakan jika berita yang dimuat itu hoax. Ga berhenti disitu, diberita hoax Pak Habibi meninggal, diberikan garis dan tulisan berita hoax.
Keesokan harinya, grup kantor ramai. Ada kabar mantan presiden Habibie wafat dengan sumber media tempat saya bekerja. Waduh. Ternyata sudah ramai. Sampai asisten Pak Habibie menyebarkan klarifikasi jika berita tersebut adalah hoax dan bagian dari kampanye media kami melawan hoax.
Di sini ironi kedua mencuat. Bagaimana mungkin ada orang yang termakan berita pendek hoax yang sudah diberikan disclaimer dan penanda hoax? Artinya masih banyak masyarakat kita yang senang hanya membaca judulnya saja. Masih banyak masyarakat kita yang hobi menyebarkan berita-berita heboh yang diambil secuil-cuil.
Masih banyak masyarakat kita yang tak peduli benar salah, jika itu menarik dia akan share. Eksperimen sosial dengan menampilkan berita hoax memberikan satu pelajaran besar. Bahwa kerja-kerja penyadaran literasi masih jauh dari kata selesai. Justru mungkin semakin berat. Tapi semakin berat semakin menantang semakin menarik.
Namanya emak-emak model saya pengen eksis di sosmed tapi juga tetep bisa meng-handle urusan rumah atau tempat kerja. Alhasil kita-kita jadi malas dan tidak peduli tentang pentingnya sumber-sumber jurnalistik. Kalau menurut emak-emak model saya, sebenarnya berita bohong atau hoax tidak akan jadi masalah jika kita tidak terjebak dan membagikannya.
Seorang selebritis yang punya jutaan followers mempunyai akses langsung menyebarkan berita palsu atau hoax jika mereka tidak mengecek fakta apa yang mereka tulis. Seorang pejabat yang dikenal masyarakat juga bisa menyebar berita palsu atau hoax jika mereka tidak cek dan ricek terlebih dahulu.
Tak hanya tokoh terkenal, teman pun jadi sumber berita hoax.. Kita percaya kredibilitas teman, ia membagikan sebuah link dan kita percaya. Dalam sekejap kamu kamu kamu membagikannya. Temanmu dan kamu pada akhirnya jadi sumber jurnalistik palsu.Ah, menyedihkan bro..
Digital virus saat ini memang mengkhawatirkan. Terkadang, saya suka gemes sama siapa saja di grup Whatsapp, FB, atau pengguna sosmed lain yang tanpa berpikir ulang membagikan sebuah link atau berita. Sampai-sampai ada istilah bahwa kita hidup dalam masyarakat empat dimensi. Dimana dimensi keempat adalah dimensi dunia maya. Siapa paling cepat share, dialah orang ter-update dan terngehits di dunia.
Kalau kita terjebak dalam digital virus ini, bukan tak mungkin kamu ikut memperkaya penyebar berita palsu itu. Tahu sendiri, Youtuber dengan sejuta klik dapat mengumpulkan berdolar-dolar (entah berapa) dalam sekejap mata. Kamu klik link web berita hoax, dia dapat mengeruk uang dari Google Adsense. Inget euuy, dari ribuan media berita online, konon katanya cuma 200-an yang memenuhi kaidah jurnalistik dan terdaftar di Dewan Pers.
Maraknya berita hoax ini bikin Jokowi kebakaran zenggot. Pak Presiden minta tindak tegas akun-akun yang menyebar berita bohong atau hoax. Meski begitu, jangan pula Pak Pres memberangus kebebasan emak-emak berpendapat yak..hehe..
Bener kata pak suami, maha dahsyat memang berita hoax ini jika kita tak pandai-pandai menyikapinya. Maka, mulailah untuk selalu tabbayun atau mencari kejelasan tentang sesuatu hingga jelas benar keadaannya. Teliti dan seleksilah berita tanpa tapi. Coba lihat daftar ini dan tanyakan pada diri sendiri jika sesuatu terlihat berita palsu
1. Apakah berita tersebut berasal dari URL yang aneh dan mencurigakan?
Periksa deh link-nya. Kalau keliatan mencurigakan dengan embel-embel aneh, kamu harus aware. Misalnya embel-embel .co atau .su atau link yang keliatannya aneh dan nggak seperti biasanya.
2.Perhatikan, apakah headline beritanya sesuai dengan informasi di dalam artikel.
Jadi pada intinya, jangan baca instan. Kamu harus perhatikan apa headline nyambung dengan badan berita. Kalau nggak, harus dicurigai itu berita hoax.
3.Apakah link tersebut adalah berita baru atau ternyata berita lama yang di re-purposed?
Berita hoax mengenai meninggalnya Habibie kembali dimakan oleh netizen padahal berita itu sudah menyebar tahun lalu. Jadi, cek kembali apakah link berita tersebut hanya re-purposed semata?
4.Apakah sumber pendukung seperti video dan foto meyakinkan?
Foto dan video juga bisa jadi cara penyebar hoax untuk mendukung hoax-nya itu. Foto atau video dengan pengantar mega bombastis seringkali dipakai nggak sesuai konteks.
Nah kalau menurut tips melawan hoax Republika, berita yang kerap memicu emosi secara ekstrem bisa jadi adalah berita palsu. Berhati-hatilah agar tidak terjebak ke dalamnya. Selain itu, pakai fasilitas tandai berita palsu yang sudah disediakan aplikasi media sosial seperti Facebook dan Twitter atau aplikasi mesin pencari seperti Google. Oh ya, sudah menyebarkan berita hoax hari ini? HALAAAAH...
sering dongkol misal udah baca dengan "bener" berita share-share-an itu, eee tau tau hoax pas baca desclaimer yg kadang di taro diakhir post-postan. haaaaah
ReplyDeleteBiasanya gitu, cuma baca judul udah langsung percaya. Hoax ini ga cuma di Indonesia aja. Aku ikut grup wa yang isinya dari berbagai negara dan ada aja yang share hoax.
ReplyDeleteHehehe.. Saya mah bodo amat ama berita seliweran sekarang. Ga mo dibilang sok pinter malah keblinger, fb bagi saya buat hura2 aja, kembalilah ke kehidupan nyata wkwk
ReplyDelete