Dunia Lingga

Di Balik Kisah Sukses Buruh Migran Indonesia di Hong Kong


Belum lama ini saya bertemu salah satu buruh migran Indonesia di Hong Kong. Mba Fitri namanya. Usianya sekitar 35 tahun. Kami duduk bersebelahan di pesawat menuju Hong Kong.

Penampilan Mba Fitri tergolong nyentrik dibanding buruh migran lainnya. Yang paling menonjol tentu saja perhiasan yang dipakai. Kalung, gelang, anting yang mentereng. Beliau mengaku sebagai buruh migran sukses di Hong Kong.

Bekerja selama 16 tahun di Hong Kong, ia dapat menghidupi keluarga di Indonesia. Ia pun bisa memiliki kontrakan di Hong Kong yang disewakan untuk pekerja-pekerja baru asal Indonesia dan Filipina.

"Enak Mba hidup di Hong Kong?" tanya saya.

"Memang mudah dapat uang di sini, tapi biaya hidup juga tinggi. Belum lagi jauh dari keluarga,"jawab Mba Fitri ramah.

Ia menggambarkan, dirinya menyewa sebuah rumah untuk 2 kamar. Kemudian, direnovasi dan dibuat sekat-sekat sehingga bisa menjadi 4-5kamar. Dari sinilah keuntungan diperoleh. Harga sewa satu rumah misalkan 2000 dollar sebulan, bisa menjadi 5000 dollar Hong Kong ia dapatkan.


Beda lagi dengan TKW yang saya temui di depan KJRI Hong Kong. Saya lupa menanyakan nama beliau. Sebut saja Mba Nani. Mba Nani ini setiap hari berjualan pecel dan gorengan di depan Bank BNI, persis berseberangan dengan KJRI Hong Kong. Dalam sehari, sekitar 30 bungkus nasi pecel ludes terjual. Satu porsi nasi pecel seharga 25 dollar Hong Kong. Jika dikonversi dengan kurs Rupiah saat ini harga nasi pecel dengan lauk ikan tongkol sekitar Rp 47.000. Varian lain seperti gorengan dijual 20 dollar Hong Kong lima buah.

Bisa dihitung, omset kotor sehari lebih kurang Rp 2 juta. Ini belum termasuk penghasilan saat weekend yang jumlahnya bisa dua sampai tiga kali lipat. Tak heran jika Mba Nani membawa serta adiknya untuk juga bekerja membantu ia berjualan.

Di balik kisah sukses para buruh migran yang saya temui ini, masih banyak kisah miris buruh migran tak seberuntung Mba Fitri dan Mba Nani. Sebagian di antaranya harus menelan pil pahit karena buruknya perlakuan majikan, kasus overstay, hingga buruh migran yang menyambi jadi pekerja seks komersial.

"Saya termasuk bersyukur mba. Majikan Alhamdulillah baik dan nggak macam-macam. Perhatian juga. Salah seorang teman justru belum dapat gaji"kata Mba Fitri.

Meski begitu, tantangan jauh dari keluarga baik dari suami maupun anak-anak yang menurutnya paling berat. Tak heran, kata dia, banyak buruh migran mencari pelarian dengan "berkencan" dengan buruh migran negara lain. Setiap Sabtu dan Minggu, saat libur bekerja, itulah hari yang dipakai untuk bertemu sosok kekasih gelap tersebut. Bahkan, beberapa diantaranya memiliki anak di luar pernikahan. Astagfirullah.

"Kenapa, karena sebagian balas dendam karena pasangannya di Indonesia juga selingkuh. Bahkan menikah lagi dan punya anak, sementara kita di sini capek-capek kerja,"kata beliau.

Menurutnya, buruh migran itu bukan hanya mencari pelarian, tapi juga guna memenuhi biaya hidup di Hong Kong juga membantu perekonomian keluarga.

"Tak semua seberuntung saya. Makanya kita harus terus meng-upgrade diri juga,"kata wanita asal Solo ini.

Problematika buruh migran ini seakan tidak ada habisnya. Kasus pemalsuan data paspor, seks bebas, penyiksaan terhadap buruh migran, hingga kelahiran anak di luar pernikahan. Bahkan, laporan NGO Faith Finder,  ada sekitar 1.000 tenaga kerja perempuan, dan sekitar 1.000 anaknya itu yang akhirnya diasuh oleh NGO karena kelahirannya tidak dikehendaki.

Entah bagaimana keadaan sebenarnya. Yang jelas, pemerintah punya pekerjaan rumah yang besar dalam mengatasi permasalahan buruh migran di Hong Kong, juga negara-negara lainnya. Sebanyak 150 ribu orang buruh migran di Hong Kong dan sebagian besarnya punya permasalahan yang beragam. Ini jadi pekerjaan rumah yang merumitkan agar para pahlawan devisa ini terpenuhi hak-haknya. Juga pekerjaan besar  pemerintah dalam mencukupkan lapangan kerja di dalam negeri. Tentu agar tenaga kerja Indonesia tak terpesona oleh rumput hijau negara lain.

Jika koordinasi antar lembaga seperti Kemenakertrans, BNP2TKI dan Kementerian Luar Negeri masih saling ‘lepas tangan’ terhadap kasus buruh migran ini, hal ini bak bom waktu, akan meledak kapan saja.

Akan ada banyak kasus-kasus buruh migran lainnya menanti. Dan akan semakin banyak kisah-kisah miris lainnya yang kita dengar dari koran, internet. Lalu pemerintah, pejabat bak jadi pahlawan kesiangan terhadap kasus penyiksaan buruh migran. Dan sementara kita, hanya bisa mengutuki di balik layar handphone. Wallahualam





Subscribe to receive free email updates:

2 Responses to "Di Balik Kisah Sukses Buruh Migran Indonesia di Hong Kong"

  1. Kenal dengan buruh migran itu jadi pengalaman banget ya. Dari mereka kita belajar, trutama belajar bersyukur. Aku pernah jalan seharian dengan BMI keliling Sinagpura. Dari dia aku tau, kalau BMI ngga kuat iman dan begitu "cerdas" mereka pasti bakal punya gaya hidup yang ngga banget. Salah satunya seperti yang kamu tulis, jadi PSK atau perempuan simpanan. Tapi bagi mereka yang cerdas, di waktu libur mereka manfaatkan buat kursus atau jualan.

    Salut bagi para BMI yang tetap menjaga harga dirinya di negara orang.

    ReplyDelete
  2. moga bisa dijadikan pelajaran brharga

    ReplyDelete

Terima kasih sudah memberi komentar di dunia lingga, semoga bermanfaat. Tabiik :)