Menelusuri Jejak Art Deco di Bandung
dokumen bbc |
Roemah Seni Sarasvati menjejakkan unsur tersebut dalam pameran berjudul Art Deco Kiwari. "Melalui pameran foto ini, memperlihatkan masih tertinggalnya jejak Art Deco di Bandung,"kata pemilik Sarasvati, Lin Che Wei.
Sayangnya, kata Che Wei, tidak semua memahami makna bangunan. Rumah atau bangunan dianggap benda mati. Padahal, sejak bangunan dirancang, hingga dibangun, kita melihat perjalanan hidup manusia di dalamnya.
Upaya kelompok seperti Bandung Heritage Society dan Air Foto Networ, kata Che Wei, patut mendapat pujian karena melestarikan sejarah Kota Bandung. "Pameran ini upaya kami memberi dukungan penuh kepada mereka. Juga bentuk penghargaan pada sejarah art deco di Bandung,"ujarnya.
Pameran yang berlangsung dari 22 Februari-22 Maret ini menampilkan 16 karya yang terseleksi dari 55 karya. Dari karya-karya yang dihasilkan sembilan fotografer ini, pengunjung dapat melihat bahwa kegemilangan art deco menjadikan Kota Bandung memiliki keunikan berbeda dibanding dengan kota lain.
Banyak gedung dan bangunan yang menjadi objek fotografi para fotografer. Sebagian ada yang masih utuh dan kokoh berdiri. Sebagian besar lainnya terancam roboh dan bahkan telah runtuh. Meski dalam kondisi tak lagi sama ketika bangunan itu ada, perjalanan kota Bandung dapat dilacak dari kisah-kisah yang dimunculkan gedung tua.
"Fotografer seperti Adithya Zen, Andriana Tjahya Nugraha, Krisna Satmoko dan enam orang lainnya dengan apik menghadirkan suasana Art Deco di Kota Bandung,"katanya.
Fotografer Lauw Nam le misalnya, memfokuskan pada bangunan Swarha yang tak terurus. Sementara fotografer Krisna Satmoko mengambil art deco Gedung Gas Negara di Braga sebagai objek fotonya.
Art Deco di Bandung
Menurut Kurator Pameran, Eddy Soetriyono, istilah art deco merujuk pada bangunan yang menyeruak di Eropa pada tahun 1920-1930-an. Ikon-ikon art deco merupakan objek-objek bangunan yang dipenuhi hiasan mewah, penggunaan warna-warna glamor dan pembaruan elegan atas bentuk tradisional yang tak relevan.
"Pada dasarnya, art deco bersifat eksotis dan modern,"katanya.
Sayangnya, di akhir tahun 1940-an, art deco mulai ditinggalkan di Eropa dan Amerika. Bencana ekonomi dan ancaman perang dunia menggantikan kegemerlapan kemewahan art deco,"jelasnya. Namun, pendar kilau art deco masih terlihat di sejumlah kota di dunia. Salah satunya Bandung.
Di Bandung, kata Eddy, art deco perpaduan antara budaya Indonesia dan Belanda. Salah satu contohnya adalah pahatan Betara Kala di depan pintu masuk Toko Buku Van Dorp di Jalan Braga, Bandung. "Sejak perpaduan timur dan barat ini, sejumlah bangunan di Bandung disebut arsitektur Indo-Belanda,"ujarnya.
Lanjutnya, jika diperhatikan, sisa gedung art deco di Bandung, ada beberapa variasi yang sama. Apabila toko Van Drop menampilkan perpaduan timur barat, Hotel Preanger menonjolkan rupa art deco yang lain. Lain pula dengan Hotel Savoy dan Vila Tiga Warna yang memukau bagi masyarakat sebuah zaman yang masih silau oleh kemajuan teknologi.
"Bangunan-bangunan art deco inilah yang menjadi daya tarik Bandung dan sekaligus menjadi salah satu warisan kota art deco di dunia,"katanya.
tulisannya mengalir apa adanya, aku suka. salam kenal
ReplyDeletetulisannya mengalir apa adanya, aku suka. salam kenal
ReplyDelete