Situs Megalitikum Gunung Padang, Magnet Pariwisata Cianjur
Bingung menghabiskan
waktu saat bulan Ramadhan? Atau bosan berwisata ke pantai atau puncak? Cobalah
berwisata ke Situs Gunung Padang. Situs ini menjadi magnet wisatawan terutama
saat Ramadhan. Berdasarkan data yang dikeluarkan pihak Gunung Padang, wisatawan
mencapai 700 orang per hari. Di hari-hari biasa, biasanya hanya 200-300
wisatawan per hari.
Megalitikum terbesar
di Asia Tenggara ini menyimpan banyak pengetahuan yang mungkin perlu Anda
dapatkan. Untuk menuju Situs Gunung Padang, tak begitu sulit. Situs Gunung
Padang tepatnya berada di perbatasan Dusun Gunung Padang dan Panggulan, Desa
Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur. Lokasi berada di 20 kilometer
dari persimpangan kota Kecamatan Warung Kondang, yakni di jalan besar antara
Kota Kabupaten Cianjur dan Sukabumi.
Perjalanan menuju
situs Gunung Padang memang membutuhkan waktu yang cukup lama, baik menggunakan
kendaraan bermotor maupun mobil. Wisatawan akan melewati persawahan dan deretan
kebun teh yang memanjakan mata. Sayangnya, infrastruktur jalan yang tak layak membuat
wisatawan sedikit kesulitan melewati jalanan tersebut. Terlebih lagi jika hujan
mengguyur kawasan tersebut.
Sampai di lokasi,
deretan pedagang terlihat memenuhi kaki situs Gunung Padang. Sebagian dari
mereka menjual makanan dan oleh-oleh setempat. Salah satu pedagang, Ardi (40
tahun) mengatakan, wisatawan semakin membludak ketika musim libur anak sekolah.
"Sebenarnya sekarang tidak terlalu banyak wisatawan, tapi meningkat
dibanding bulan-bulan sebelumnya,"ujar dia.
Di sisi lain,
kendaraan terlihat memenuhi area parkir yang sempit. Padahal, area parkir
tersebut juga digunakan untuk lalu lintas masyarakat desa menuju perkotaan.
Meski begitu, terdapat bangunan yang ternyata pusat informasi untuk mengetahui
Gunung Padang lebih dalam.
Pengunjung diberi dua
pilihan jalur menuju Gunung Padang. Jalur pertama, adalah jalur yang cukup
curam dengan kemiringan 40-60 derajat. Menurut Juru Pemelihara atau kuncen
Gunung Padang, Nanang, sempat ada wisatawan yang muntah karena tak sanggup
menaiki puncak Gunung Padang. Sementara di jalur kedua, merupakan jalur memutar
yang 'ramah' dengan pengunjung. Meskipun cukup terjal, namun jalur kedua tak
terlalu curam. Di kaki Gunung Padang, terdapat sumber air Sumur Cikahuripan
yang dipercaya masyarakat setempat sebagai air suci yang memberi kehidupan dan
tak pernah berhenti mengalir.
Kepala Balai
Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang yang juga salah satu tim peneliti
Situs Gunung Padang Yudi Wahyudin mengatakan, Situs Gunung Padang dahulu berupa
hutan larangan, dimana masyarakat tidak berani untuk memasuki hutan tersebut.
Namun, karena laporan dari sejarawan asal Belanda N. J. Krom pada tahun 1949,
situs Gunung Padang semakin tersohor dan banyak dikunjungi arkeolog, peneliti
baik dalam dan luar negeri.
"Dahulu masih
berupa hutan dan semak belukar. Awalnya ditemukan petani saat membuka lahan
untuk bercocok tanam,"ujar dia.
Sebelum menjadi situs
seperti sekarang, Gunung Padang kerap kali dikunjungi seseorang untuk melakukan
pemujaan, baik orang itu beragama Hindu, Kristiani, Budha dan Islam. Gunung
Padang menghadap ke arah Gunung Gede Pangrango Sukabumi sehingga dipercaya
seseorang sebagai tempat peribadatan orang terdahulu. "Di malam bulan
purnama biasanya ramai, sering saya usir jika mereka bertapa atau memuja gunung.
Kalau tadabur alam mengingat kebesaran Allah ya tidak apa-apa,"ujar kuncen
Gunung Padang, Nanang.
Situs Gunung Padang
pada awal diteliti hanya sebuah kumpulan menhir yang berteras atau biasa
disebut punden berundak. Dari teras pertama hingga ke lima. Namun, penelitian
terakhir dari Tim Terpadu Riset Mandiri dan tim dari Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan mengungkap bentuk terasering di sekeliling Gunung Padang. Menurut
Yudi, ada sekitar 15 terap yang membentuk Gunung Padang, dari kaki sampai puncak
gunung. Sehingga penelitian di tahun 2012 yang menyebut situs ini hanya 900
meter persegi, ternyata sepuluh kali lipat luasnya.
"Pengupasan
lereng sebelah timur ini menunjukkan ada terasering di sekeliling
situs,"ujar doa.
Para peneliti
memperkirakan luas situs itu sepuluh kali luas Candi Borobudur di Jawa Tengah.
Sementara tim geologi memperkirakan susunan batu pada setiap lapisan dalam
struktur yang ada di Gunung Padang berbeda usianya. Hingga saat ini, para
peneliti masih melakukan penelitian dan ekskavasi atau penggalian terhadap
Situs Gunung Padang. Pengelolaan Situs Gunung Padang saat ini berada di bawah
Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala atau BP3.
Gunung Padang Perlu
Zonasi Pariwisata
Wisatawan yang
membludak membuat situs Gunung Padang tak terjaga kelestariannya. Sebagian
wisatawan berperilaku kurang baik di situs. Misalnya duduk-duduk di bebatuan,
menginjak-nginjak menhir, mengangkat menhir sampai berfoto di atas
menhir-menhir tersebut. Belum lagi kerusakan ditunjang karena Gunung Padang
hampir rentan secara struktur. Misalnya menhir rusak karena digenangi air, batu
yang didesak akar sehingga roboh dan menyebabkan erosi dan longsor.
"Belum lagi
sarana dan prasarana di Gunung Padang yang belum memadai, seperti toilet,
tempat parkir dan pembuangan sampah terpadu yang masih kurang,"ujar
dia.
Sehingga terkait hal
tersebut Yudi menilai, perlu adanya manajemen pariwisata yang terpadu untuk
mengatasi hal ini. Tentunya dilakukan untuk menjaga kawasan Gunung Padang yang
sesuai dengan . Manajemen pariwisata tersebut berupa zonasi pariwisata. Zona
inti misalnya, untuk melindungi Gunung Padang seluar 9.000 meter persegi. Di
zona penyangga, untuk melindungi zona inti seluar 129 ribu meter persegi dan
zona pengembangan seluar 153 ribu meter persegi sebagai kepentingan rekreasi
dan pariwisata.
0 Response to "Situs Megalitikum Gunung Padang, Magnet Pariwisata Cianjur"
Post a Comment
Terima kasih sudah memberi komentar di dunia lingga, semoga bermanfaat. Tabiik :)