Dunia Lingga

Mampir Yuk di Perpustakaan Braille Abiyoso Bandung


Lastri (36 tahun) membaca dengan serius. Kepalanya tengadah tidak memandang ke arah halaman yang terbuka, tapi hanya menyentuhkan ujung jarinya ke buku. Menggeser ke kanan dan ke kiri.

Wanita berkerudung ini bukan membaca buku biasa. Buku yang dibacanya adalah majalah wanita yang lebih tebal dari biasanya. Ya..majalah itu majalan braille. Lastri memang tak bisa melihat, tapi semangatnya untuk membaca tak pernah pupus. "Saya juga guru untuk anak-anak berkebutuhan khusus, sehingga membaca harus jadi kebutuhan,"kata Lastri.

Lastri merupakan salah satu dari pengunjung Perpustakaan Braille Wyataguna di Jalan Padjajaran, Kota Bandung. Ia mengaku setiap hari datang ke perpustakaan khusus buku-buku braille ini. Buku-buku yang paling ia minati adalah  buku resep masakan, humor dan cerpen. "Selepas mengajar, saya pasti kesini,"ujar Lastri. Lastri mengatakan, perpustakaan ini sangat membantunya, terutama memeroleh pengetahuan dan informasi.

Bukan hanya Lastri, sebagian besar anak-anak Sekolah Luar Biasa Wiyata Guna juga sering ke perpustakaan ini. Sebut saja Gabriel (25 tahun) yang datang untuk mendengarkan musik. Gabriel terlihat bersemangat sambil membaca-baca buku braille yang dipinjamnya.

Menurut Kepala Perpustakaan Braille Abiyoso di Kompleks Wiyata Guna Bandung, Erna Kaniawati, perpustakaan ini sudah lama berdiri, yakni sejak 1988. Perpustakaan ini, kata Erna, adalah perpustakaan cabang dari Balai Penerbitan Braille Indonesia (BPBI) Abiyoso.  Perpustakaan yang berada dalam kompleks PantiSosial Binanetra Wyata Guna ini diakuinya sebagai perpustakaan braille yang cukup lengkap dan terbaik di antara perpustakaan braille lainnya di Indonesia.

Pasalnya, pengakuan datang dari Direktorat Jenderal (Dirjen) Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI. Menurut Erna, Dirjen melihat kondisi perpustakaan ini dari jumlah buku, jumlah pengunjung, tata letak buku hingga pelayanan terhadap para pengunjug.

Hingga saat ini, perpustakaan mengoleksi sekitar 800-an buku dan 3000 eksemplar lainnya. Judul buku dari berbagai jenis meliputi buku pelajaran, umum, fiksi atau novel, agama, hingga kitab suci. Dari jumlah tersebut, tentu tidak seberapa jika dibandingkan dengan perpustakaan umum yang rata-rata mengoleksi ribuan buku.

Setiap harinya, pengunjung bisa mencapai 30-an orang. Itu semua tergantung dari hari kerja. Biasanya, kata Erna, perpustakaan ramai jika selepas dhuhur atau istirahat anak-anak panti sosial di Wyataguna. "Kadang, jika ada penugasan dari guru, ratusan siswa bisa masuk ke perpustakaan ini,"jelasnya.

Bukan hanya siswa, selebihnya seperti orang tua, guru, dan anak-anak datang ke sini. Mereka rata-rata mencari buku cerita dan novel fiksi yang best seller. Perpustakaan juga buka setiap lima hari kerja, dari Senin sampai Kamis. Erna mengatakan, perpustakaan ini memang tidak banyak menyediakan buku pelajaran karena keterbatasan anggaran untuk mencetak buku.

Anggaran yang diperlukan memang lebih besar daripada perpustakaan umum. "Jika dibandingkan dengan buku umum, selembar buku awas (buku biasa) membutuhkan tiga lembar untuk menghasilkan buku braille,"ungkapnya.

Perlu diketahui, kata Erna, buku-buku perpustakaan ini berasal dari percetakan sendiri. Setiap tahunnya, sekitar 20 judul dicetak. Beberapa buku lainnya hasil sumbangan dari dinas terkait dan bahkan dari negara jiran seperti Malaysia. Erna mengatakan, perpustakaan ini sebenarnya sangat ingin memenuhi permintaan anak-anak untuk penyediaan buku-buku baru.

Untuk penataannya sendiri, katalog diberi warna-warna berbeda untuk memudahkan petugas. Misalnya, ungu untu buku-buku umum, hijau untuk buku agama, cokelat untuk anak dan buku dewasa berwarna biru. Tata letak buku juga dibuat mudah untuk tunanetra. Pasalnya, jika menggunakan sistem tata letak kepustakaan umum, justru akan menyulitkan mereka. Empat petugas juga dikerahkan untuk melayani pengunjung meski di sini tidak menggunakan jasa pustakawan.

Tak hanya menyediakan buku, ada banyak kaset edukasi yang bisa didengarkan. Sehingga, anak-anak yang berkunjung juga dapat mendengar musik melalui headphone yang sudah disediakan. "Perpustakaan awalnya mendenda siapa saja yang terlambat mengembalikan buku, tapi karena banyak yang tidak mampu, kami beri keringanan,"jelasnya.

Buku bicara juga menjadi salah satu fasilitas yang ada di perpustakaan ini. Buku yang dioperasikan lewat komputer tersebut merupakan hasil sumbangan dariberbagai pihak. Buku bicara, dipergunakan bagi mereka yang menyandang Low Vision. "Buku tersebut bisa diperbesar hurufnya, sehingga mereka yang kesulitan membaca huruf kecil dapat terbantu,"ungkap Erna.

Sementara itu, novel Ayat-Ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih menjadi buku primadona di perpustakaan ini. Novel ayat-ayat cinta yang dicetak dalam 13 jilid tersebut seringkali dibaca oleh pengunjung. Beberapa novel pop seperti karya Iwan Setyawan 'Summers 10 Autumns, dari Kota Apel ke The Big Apple' dan novel pop lainnya.

Erna berharap, perpustakaan ini dapat lebih berkembang dan koleksi buku braille semakin banyak. Sehingga, pengunjung yang membutuhkan dapat leluasa membaca dan meminjam buku yang diinginkan.

 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Mampir Yuk di Perpustakaan Braille Abiyoso Bandung"

Post a Comment

Terima kasih sudah memberi komentar di dunia lingga, semoga bermanfaat. Tabiik :)