Setahun Berlalu, Kondisi Suriah Semakin Mengkhawatirkan
DAMASKUS— Pergolakan dunia arab atau yang dikenal
Musim Semi Arab (Arab Springs) masih berlanjut. Walaupun sudah lebih dari
setahun, belum terlihat pergolakan menghasilkan demokrasi.
Pergolakan di dunia arab dimulai saat seorang
penjual buah Mohamed Bouazizi membakar dirinya dengan bensin pada Desember
2010. Ini memicu aksi protes yang menjatuhkan Presiden Zine al-Abidine Ali.
Disusul Mesir dengan menjatuhkan Hosni Mubarak yang dalam keadaan sakit tetap
diadili.
Menyusul kemudian Libya dengan perang saudara
yang panjang dan korban yang tak terhitung. Begitupula Yaman yang masih
dihantui ketidakpastian masa depan setelah presiden Ali Abdullah Saleh
digulingkan.
Revolusi yang tidak diperkirakan oleh para
penguasa Arab terjadi karena rakyat tidak ingin lagi berada di bawah kekuasaan
yang tidak adil dan tidak terbuka. Revolusi yang menelan ribuan korban jiwa tak
serta merta membuka mata dan hati para penguasa.
Presiden Suriah, Bashar Al-Assad dengan percaya
diri memprediksi Suriah akan kebal dari Arab Spring. Tetapi pada 15 Maret 2011,
puluhan pemrotes menerjang di jalan-jalan Damaskus meminta kebebasan. Kerusuhan
akhirnya pecah di Deraa yang berisi protes terhadap penyiksaan anak laki-laki
yang tertangkap menggambar grafiti antipemerintah.
Setahun kemudian, pemberontakan Suriah masih
terjadi. Kerusuhan telah bermetamorfosis dari gerakan damai menjadi
pemberontakan besar-besaran yang dipimpin Tentara Pembebasan Suriah (FSA).
Sampai sekarang, gejolak di Suriah belum juga berakhir. Dibanding dengan
gejolak Tunisia, Mesir dan Libya, krisis di Suriah merupakan krisis yang
paling lama.
Belum ada tanda-tanda Pemerintahan Bashar
Al-Assad mengakhiri kekerasan. Para demonstran masih bertahan menggulingkan
Assad, sementara Assad masih bersikeras untuk tetap berkuasa dengan segala
ongkos yang harus dibayar, yakni membunuh rakyatnya sendiri.
Hingga hari ini, bentrokan antara pasukan
pemerintah dengan oposisi masih terjadi. Laporan PBB menyatakan, lebih kurang
8.000 orang tewas. Sementara 230 ribu orang telah mengungsi ke daerah lain di
dalam atau luar negeri seperti Lebanon dan Turki.
Pasukan Assad dengan tank dan artileri menyerang
oposisi yang jelas-jelas rakyatnya sendiri. Setelah Kota Homs, pasukan
memborbardir desa dan kota lainnya di Suriah. Oposisi Suriah mengatakan, 130
tank dan artileri membumihanguskan wilayah Deera, Idlib dan kawasan pantai
dekat al-Haffa. “Mereka membumihanguskan tanah kelahiran kita,”kata warga yang
tidak disebut namanya.
Semakin banyak warga berguguran, justru membuat
pemerintah Suriah semakin melancarkan aksinya. Assad bahkan menyebut pihak yang
melakukan pemberontakan adalah teroris bersenjata yang harus dihancurkan.
Meskipun ada pengetatan sanksi ekonomi dan
isolasi internasional terhadap Suriah, Assad tampaknya tidak kehilangan kontrol
atas negaranya. Assad masih memiliki dukungan yang signifikan terutama dari
Kota Damaskus dan Aleppo. Sementara dari luar negeri, Iran masih setia
mendukung Assad.
Peristiwa terbaru, email Assad diretas dan
dibocorkan. Salah satu isinya, terungkap bahwa Assad pernah mendapat saran dari
Iran dalam menangani pengunjuk rasa. “Konsultasi dengan sejumlah orang ahli
lainnya, seperti penasihat politik maupun penasihat media untuk Dubes
Iran," demikian isi salah satu email milik Assad, seperti dilansir oleh guardian.co.uk,
Kamis (15/3)
Iran mendukung Assad untuk tetap bertahan.
Pertengahan Februari lalu, Iran memberikan dana bantuan Rp 9 triliun untuk
membantu Suriah dalam mengatasi embargo minyak dan pembatasan penerbangan serta
sanksi terhadap bank sentral.
Di tengah serangan militer, Assad telah
menunjukkan kecenderungan sedikit untuk membuat konsesi yakni dengan menggelar
pemilu legislatif pada 7 Mei mendatang. Namun, oposisi terbesar Suriah,
Dewan Nasional Suriah (SNC) dan PBB menganggap pemilu tidak sah dan tidak
penting dilakukan saat ini.
Utusan PBB dan Liga Arab, Kofi Annan juga telah
menawarkan rencana untuk mengakhiri kekerasan. Suriah mengatakan pihaknya
memberi sinyal positif terhadap tawaran Annan. Namun, seorang diplomat senior
barat mengatakan kepada Reuters bahwa Suriah telah menolak tawaran Annan.
Kecaman datang dari berbagai pihak meski Rusia
dan Cina masih berada dibalik Suriah. Sebanyak 200 LSM dari 27 negara mendesak
Rusia untuk mendukung PBB mengakhiri kekerasan di Suriah. Mereka mendesak
penangkapan sewanang-wenang dan penyiksaan, Mereka juga meminta agar bantuan
kemanusiaan dapat masuk ke Suriah.
“Rakyat Suriah telah bertahan dengan keberanian
yang luar biasa dalam setahun kekerasan dan kejahatan sistematis di Suriah.
Masyarakat internasional harus bersatu membantu Suriah mengakhiri hal
mengerikan ini,”kata Presiden Federasi Internasional, Souher Belhassen.
Sebagai aksi protes akan kekejaman yang dilakukan
Suriah terhadap warga sipilnya, beberapa negara menarik duta besarnya di Suriah
seperti AS, Inggris, Perancis, Italia, dan Swiss. Menyusul kemudian Arab Saudi
dan Belanda pun menarik duta besarnya.
0 Response to "Setahun Berlalu, Kondisi Suriah Semakin Mengkhawatirkan"
Post a Comment
Terima kasih sudah memberi komentar di dunia lingga, semoga bermanfaat. Tabiik :)